Yosep Anwar
Rabu, 22 Februari 2017
MEMAAFKAN ITU BERHATI MULIA DAN BERSIH
The weak can never
forgive. Forgiveness is the attribute of
the strong
Orang lemah tak pernah
bisa memaafkan. Memaafkan merupakan
sifat orang kuat.
-Mahatma Ghandi
1869-1948-
“Meminta
maaf dan memberi maaf”
Meminta maaf dan memberi maaf memang sama-sama
sulit, namun saya kira memberi maaf jauh lebih sulit. Mengapa demikian? ada alternatif jawaban
mengapa memaafkan lebih sulit ketimbang meminta maaf. Pertama karena memberi maaf dilakukan
oleh orang yang dirugikan atau orang yang tersakiti. Kedua orang yang
memberi maaf pastinya berada alam kondisi tersakiti sehingga orang ini punya
kecenderungan ingin membalas. Ini
wajar. Maka dari itu ketika memberi
maaf, kita telah melawan kecenderungan manusiawi kita untuk membalas.
“Memaafkan
adalah melawan gravitasi bumi dan mengikuti gravitasi langit”
Jadi dapat disimpulkan bahwa memaafkan tentu saja
lebih sulit.
Secara alamiah, keinginan membalas itu
manusiawi. Kalau anda disakiti orang
kemudian membalas itu wajar dan manusiawi.
Akan tetapi dengan catatan, kita harus membalas persis ssama dengan yang
dilakukan orang itu kepada kita. Dari sinilah kesulitanya. Sering kita membalas perlakuan orang lebih
dari apa yang ia lakukan pada kita. Kita
sering memberi bonus. Misal begini,
pacar menyembunyikan agar bisa jalan
jalan sama cowok lain ke tempat obyek wisata, kita membalas dengan jalan jalan
sama cewek cewek yang nakal di club malam. Nah pembalasan itu tidak sepadan
kan? Jadi sekrang gantian pacar yang merasa dirugikan. Karena itu ia membalas
denga jalan jalan sama cewek yang notabenya cewek nakal dan tempatnya juga bisa
dibilang jauh dari prasangka baik. Coba
bayangkan apa yang akan terjadi jika kita terus membalas dengan tidak
adil. Maka dari itu saya lebih memilih
tidak membalas karena kenapa? Ada alternatif jawaban mengapa saya tidak ingin
membalas kesalahan di. Pertama kerena
denga membalas aka menghasilkan sakit hati lagi. Ini tidak akan berkesudahan dan akan menjadi
lingkaran setan. Kedua Saya ingin
mencoba memaafkan tanpa membalas. Aka
tetapi itu sangat sulit sekali karena memang orang yang tersakiti cenderung
ingin membalas. Ketika saya mencoba memaafkan tanpa membalas kesalahan dia, maka
dunia ini serasa tidak seimbang. Kini
aku hidup dalam ketidak seimbagan.
Meminta maaf tidaklah sesulit memaafkan. Karena memang orang yag meminta maaf hanya
perlu melawan egonya, tapi mereka bukan pihak yang dirugikan. Justru mereka yag telah menimbulkan kerugian
pada pihak lain. Kalau anda suah
merugikan atau mengecewakan orang kemudian hanya membayar kerugian itu engan
meminta maaf, tentu tidak terlalu sulit bukan begitu tuan?
Namun untuk sampai pada tindakan meminta maaf anda
tidak cukup hanya melawan ego anda.
Melawan ego itu tindakan kita yang paling akhir sebelum kita menemui
orang tersebut dan meminta maaf.
Sesungguhnya meminta maaf itu prosesnya panjang, yaitu dimulai dengan keadaran
bahwa kita telah melakukan kesalahan.
Karena itu inti dari meminta maaf adalah perasaan menyesal. Meminta maaf tanpa rasa menyesal sesungguhnya
bukanlah meinta maaf.
Banyak sekali yang mengatakan bahawa memaafkan orang
akan membuat kita rugi dua kali kenapa demikian? Pertama, Kita sudah
rugi karena disakiti atau dikecewakan oleh orang lain. Kedua Kita tambah rugi karena harus
memberikan maaf kepadanya. Karena itu
banyak orang yang karena begitu marah atau benci kepada orang yang telah
menyakitinya mengatakan begini “ sampai mati pun saya tidak akan melupan itu
dan tidak akan memaafkan orang yang telah menyakitiku. Saya akan mendoakan kamu supaya kamu juga
harus merasakan kesakitan saya dan saya
percaya bahwa hukum karma itu ada.
Menurut saya ini sangat disayangkan karena dengan begitu orang tersebut
telah memelihara ebuah lukasepanjang hidupnya.
Ada sebuah ungkapan bijak yang biasa kita resapi dan renungkan
Memaafkan
berarti melepaskan tawanan ddan menyadari bahwa tawanan itu adalah diri kita
sendiri.
Kesimpulanya, dengan memaafkan kita sendiri yang akan memetik keuntunganya.
Memaafkan aka membuat hati kita jadi tenang dan
damai. Memaafkan aka melindungi diri
kita dari pengaruh orang tersebut.
Memaafkan akan mebuat kita menjadi orang yang tidak mudah disakiti orang
lain. Memaafkan itu berharti mulia dan bersih.
“Memaafka
berawal dari kita sendiri”
Sebenarnya
orang yang menyakiti kita ini sama sekali tidak akan mendapat maafaat apapun
bila kita memaafkanya. Kita endirilah
yang akan mendapatkan manfaat dengan memaafkan orang lain.
Selasa, 21 Februari 2017
SKRIPSI BERSAMA Prof. DR.A.SOBANA HARDJASAPUTRA, M.A.
MOMENTUM
PENULISAN AKHIR DRAFT SKRISI
Babantar
(rumah keluarga Yosep), 2 Juni 2016
SKRIPSI PERLAWANAN PETANI DESA KAPLONGAN KABUPATEN INDRAMAYU TERHADAP TENTARA JEPANG TAHUN 1944
PERLAWANAN PETANI DESA KAPLONGAN
KABUPATEN INDRAMAYU
TERHADAP TENTARA JEPANG TAHUN 1944
KATA PENGANTAR
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
DAFTAR ISI
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB I
|
PENDAHULUAN
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1.1
Latar Belakang
Penelitian
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.4
Metode Penelitian
1.5
Sistematika Penulisan
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB II
|
GAMBARAN PENDUDUKAN
JEPANG DI JAWA BARAT
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2.1
Serbuan Tentara Jepang ke Jawa Barat
2.2
Tujuan Pendudukan dan Sistem Pemerintahan Jepang
2.3
Tindakan Tentara Jepang di Daerah Indramayu
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB III
|
LATAR
BELAKANG PERLAWAN PETANI DESA KAPLONGAN TERHADAP TENTARA JEPANG
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3.1
Gambaran Desa Kaplongan
3.2
Gagasan dan Tujuan Perlawanan
3.3
Alasan Perlawanan
3.3.1
Pemerintahan
3.3.2
Sosial Ekonomi
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB IV
|
PERLAWANAN PETANI DESA KAPLONGAN
ERHADAP TENTARA JEPANG DAN DAMPAKNYA
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4.1
Persiapan Perlawanan
4.2
Bentuk dan Jalanya Perlawanan
4.3
Akhir Perlawanan
4.4
Dampak Perlawanan
4.4.1
Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani Kaplongan
4.4.2
Terhadap Pemerintahan Pendudukan Jepang
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB V PENUTUP
5.1
Simpulan
5.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
LAMPIRAN
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
INDEKS
KATA PENGANTAR
Segala
Puji dan Syukur bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi.
Penulis
menyadari bahwa penyusunan skripsi ini yang berjudul PERLAWANAN PETANI DESA KAPLONGAN KABUPATEN
INDRAMAYU TERHADAP TENTARA JEPANG TAHUN 1944 masih
jauh dari kesempurnaan baik mengenai susunan, kata, bahasa, isi dan bentuknya.
Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi
pada Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Galuh Ciamis.
Bantuan
moral maupun material telah banyak penulis dapatkan dalam penyusunan skripsi ini,
oleh karena itu dengan ikhlas penulis menyampaikan terimakasih yang sebanyak -
banyaknya kepada:
1. Bapak
Prof. Dr. A. Sobana Hardjasaputra, M.A. selaku Dosen Pembimbing I yang telah menyempatkan
waktunya untuk mengkoreksi hasil penulisan karya ilmiah berupa skripsi.
2. Bapak
Yeni Wijayanti, M. Hum. selaku Dosen Pembimbing
II yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk-petunjuk kepada penulis.
3. Bapak
Dr. H. Kusnandi, Drs., M. M., M. Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Galuh Ciamis.
4. Ibu Sri Pajriah, S. Ag, S. Pd,. M.
Pd.
selaku Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Galuh Ciamis.
5. Seluruh
Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah beserta staf, atas segala bantuannya selama
perkuliahan.
6. Orang tua yang telah memberikan
dukungan kepada penulis, baik materil, moril, kasih sayang serta doa restu demi
terwujudnya skripsi ini.
7. Seluruh
keluarga yang
telah memberi motivasi kepada penulis.
8. Seseorang
yang saya cintai yang
telah memebrika motivasi kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat
dalam memberi dorongan moril kepada penulis.
10. Semua
pihak yang telah mambantu selama penyusunan skripsi ini.
Allah maha mengetahui setiap amal baik
hambanya dan semoga kebaikan-kebaikan mereka mendapatkan balasannya. Akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
Ciamis, 2016
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG
PERYATAAN
ABSTRAK
ABSTRACT
MOTTO
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Penelitian.................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian........................................................ 2
1.4 Metode Penelitian.............................................................................. 2
1.5 Sistematika Penulisan......................................................................... 2
BAB II GAMBARAN
PENDUDUKAN JEPANG.................................... 3
2.1
Serbuan pasukan Jepang kedaerah Jawa Barat........................... 3
2.2
Tujuan Pendudukan dan Sistem pemerintahan
Jepang.............. 3
2.3
Tindakan Tentara Jepang di Daerah
Indramayu......................... 3
BAB III LATAR BELAKANG PERLAWANAN PETANI DESA
KAPLONGAN TERHADAP TENTARA JEPANG......................................................................................................... 3
3.1 Gambaran Desa kaplongan................................................................. 4
3.2 Gagasan dan tujuan perlawanan......................................................... 4
3.3 Alasan perlawanan............................................................................. 4
3.3.1 Pemerintahan............................................................................ 9
3.3.2 Sosial Ekonomi......................................................................... 9
BAB IV PERLAWANAN
PETANI DESA KAPLONGAN TERHADAP TENTARA JEPANG DAN DAMPAKNYA.............................................................................................. 3
4.1 Persiapan
Perlawanan..................................................................... 10
4.2 Bentuk dan Jalanya Perawanan.......................................................... 10
4.3 Akhir Perlawanan............................................................................... 10
4.4 Dampak Perlawanan........................................................................... 10
4.4.1 Terhadap kondisi Sosial Ekonomi Petani
Kaplongan............... 11
4.4.2 Terhadap Pemerintah Pendudukan Jepang............................... 12
BAB V PENUTUP......................................................................................... 14
5.1
Simpulan........................................................................................... 14
5.2
Saran................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 15
LAMPIRAN................................................................................................... 15
INDEKS.......................................................................................................... 15
abstrak
Perlawanan petani Desa Kaplongan
bulan April 1944 terhadap tentara Jepang yang menduduki daerah Indramayu
mencakup Desa Kaplongan, merupakan salah satu bentuk perlawanan rakyat
Indonesia terhadap tentara pendudukan Jepang.
Dalam mengungkap masalah tersebut,
metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode sejarah yang mencakup
empat tahapan kegiatan, yaitu heuristik (pencarian dan pengumpulan sumber),
kritik sumber, interpretasi terhadap data sehingga diperoleh fakta, dan historiografi.
Dengan landasan metode tersebut,
diungkap latar belakang perlawanan, gagasan dan tujuan perlawanan, jalannya
perlawanan, akhir perlawanan dan dampaknya bagi petani dan pemerintah
pendudukan Jepang. Penelitian hal-hal tersebut menunjukkan, bahwa peristiwa itu
pada dasarnya sama dengan perlawanan rakyat Singaparna terhadap tentara Jepang
pada tahun yang sama.
Kata kunci: Perlawanan petani, Tentara Jepang, Desa Kaplongan.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Penelitian
Pendudukan
Jepang di Jawa Barat mengakibatkan timbulnya perlawanan dari rakyat di beberapa
daerah terhadap tentara Jepang, satu diantaranya adalah perlawanan petani di
desa Kaplongan, Kabupeten Indramayu. Peristiwa itu menarik untuk diteliti atau
diungkap karena beberapa alasan.
Pertama perlawanan
petani di Desa Kaplongan salah satu bentuk sejarah lokal yang bersifat
unik. Dikatakan demikian, kerana petani
yang tidak memiliki senjata modern berani melakukan perlawanan terhadap tentara
Jepang yang bersenjata modern.
Kedua dalam beberapa
tulisan terdahulu, peristiwa itu belum terungkap secara menyeluruh. Misal, dalam buku berjudul Sejarah Perlawan Terhadap Kolonialisme dan
imprialisme di Daerah Jawa Barat, terbitan Direktorat Sejarah dan nilai
Tradisional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1982/1983), perlawanan
rakyat Desa Kaplongan hanya disinggung dalam membicarakan perlawanan rakyat Indramayu
tahun 1944. Skripsi berjudul Perjuangan
petani Kaplongan terhadap Jepang April 1944 (2012) yang dibuat oleh Ahmad
Fauzi, seorang mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam Institut Agama Islam
Negeri Syekh Nurjati Cirebon, inti uraian hanya membicarakan kronologi
perjuangan petani terhadap Jepang dan dampak pemberontakan petani terhadap
Jepang, dan Bab IV. Latar belakang peristiwa, persiapan pemberontakan, dan
bentuk serta jalanya pemberontakan, tidak diungkap (Fauzi, 2012).
Ketiga, penelitian
peristiwa itu memeiliki arti penting, antara lain untuk menambah informasi
mengenai perlawanan petani desa Kaplongan terhadap tentara Jepang serta sejarah
lokal Indramayu khususnya, dan sejarah daerah Jawa Barat pada umumnya. Arti penting lainya adalah untuk menambah
dokumentasi tertulis menegania perlawanan rakyat pribuni terhadap tentara
Jepang khusunya dan sejarah pendudukan Jepang di daerah Jawa Barat, karena
pemerintah Pendudukan Jepang hampir tidak meninggalkan dokumen-dokumen di
Indonesia seperti Pemerintah Hindia Belanda.
Berdasarkan
hal-hal itulah maka penulis memilih topik tersebut sebagai objek penelitian,
yang hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi ini dengan judul PERLAWANAN
PETANI DESA KAPLONGAN KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN TERHADAP TENTARA JEPANG TAHUN
1944.
1.2
Rumusan
Masalah
Masalah Pokok dari topik
penelitian yang diteliti, dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a)
Mengapa
petani Desa Kaplongan melakukan
perlawanan terhadap tentara Jepang, dan apa latar belakangnya?
b)
Bagaimana
persiapan petani untuk melakukan perlawanan?
c)
Bagaimana
bentuk dan jalanya perlawanan?
d)
Bagaiaman
akhir perlawan itu dan apa dampaknya?
1.3
Tujuan dan kegunaan Penelitian
Tujuan mendasar dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
dalam rumusan masalah, sesuai dengan data yang diperoleh. Diharapkan hasil penelitian ini memiliki
kegunaan, baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:
a)
Untuk menambah pembendaharaan atau dokumentasi sejarah lokal Indramayu
khusunya dan sejarah daerah Jawa Barat umumnya, terutama menganai perlawanan
rakyat terhadap penjajah.
b)
Kearifan dan hal-hal lain dalam peristiwa yang diteliti, diharapkan dapat
menjadi pembelajaran, Karena sejarah memiliki fungsi edukatif.
1.4
Metode Penelitian
Perlawanan petani Desa
Kaplongan kabupaten Indramayu terhadap tentara Jepang tahun 1944 adalah
peristiwa sejarah (sejarah lokal). Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam
penelitian peristiwa itu adalah metode sejarah.
Metode ini mencakup empat tahapan kegiatan, yaitu heuristik (pencarian
dan pengumpulan sumber tertulis), kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.
Heuristik dilakukan di
Bandung, yaitu di Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Unpad dan perpustakaan
pribadi prof. Dr. A Sobana Hardjasaputra, M.A., dan di Jakarta, yaitu di
perpustakaan Nasioanal dan Arsip Nasional.
Sumber tertulis yang dicari terutama adalah sumber berupa dokumen/arsip,
buku dan majalah. Sebelum digunakan,
terhadap sumber-sumber itu terlebih dahulu dilakukan kritik sumber (kritik
internal dan eksternal) untuk mengetahui kredibilitas isinya. Hal itu dilakukan
untuk memperoleh data akurat yang diperlukan.
Interpretasi ditujukan
terhadap data, sehingga diperoleh fakta sejarah yang relevan dengan masalah
yang diteliti/diungkap. Berdasarkan
fakta yang diperoleh, dilakukan historiografi, yaitu merangkaikan fakta secara
sistematis dan kronologis.
1.5
Sistematika Penulisan
Uraian skripsi ini terbagi atas lima bab termasuk bab penutup, dengan
penjelasan ringkas sebagai berikut:
Bab I berupa pendahuluan. Bab ini
berisi uraian yang merupakan pertanggungjawaban ilmiah atas pemelihan topik
atau objek penelitian dan proses penelitianya.
Bab II
berisi uraian mengenai gambaran umum pendudukan Jepang di Daerah Jawa
Barat. Uraia ini diperlukan karena Desa
Kaplongan, Indramayu adalah bagian dari wilayah Jawa Barat yang diduduki oleh
tentara Jepang.
Bab III
Mengemukakan latar belakang terjadinya perlawanan petani Desa Kaplongan
terhadap tentara Jepang.
Bab IV
Menguraikan peristwa yang diteliti, mencakup pesiapan perlawanan, bentuk dan
jalanya perlawanan, akhir perlawanan, dan dampaknya.
Bab V penutup, mencakup simpulan dan saran.
Pada
bagian akhir uraian disertakan daftar pustaka, lampiran,
dan indeks.
BAB II
GAMBARAN PENDUDUKAN JEPANG DI JAWA BARAT
2.1 Serbuan Pasukan Jepang
ke Daerah Jawa Barat
Pada awal bulan Maret 1942
pasukan Jepang memasuki Pulau Jawa, setelah terlebih dahulu berhasil
mengalahkan armada sekutu di Laut Jawa (Indonesia. Arsip Nasional, 1988:
22). Pasukan Jepang yang menyerbu daerah
Jawa Barat terdiri atas dua kesatuan, yaitu tentara ke-16 dari Devisi ke-2 dan
satu detasemen dari Devisi ke-38. Mereka mendarat di Jawa Barat pada tanggal 1
Maret 1942 dinihari. Kesatuan pertama
mendarat di Teluk Banten, keatuan kedua mendarat di Eretan Wetan daerah
Cirebon.
Pasukan Jepang yang mendarat di Teluk Banten
kemudian menyerbu Tanggerang dan Bogor dan mengalahkan pasukan Black Force
Australia. Pasukan Jepang juga berhasil
menduduki Karawang. Akibatnya pasukan
Belanda pimpinan Mayor Jendral Schiling yang berkedudukan di Jakarta
mengundurkan diri ke Bandung (Djajusman, 1978: 197-198).
Pasukan Jepang yang mendarat di Eretan bergerak
menju dua tempat. Sebagian kecil
menduduki Indramayu dan sebagian besar, yaitu Batalyon Wakatmatsu dari
Detasemen Shoji menyerbu Kalijati (Subang) dan berhasil merebut lapang terbang
Kalijati yang dipertahankan oleh Angkatan Udara Inggris, sekutu Belanda
(Indonesia. Arsip Nasional, 1988: 89 dan Notosusanto, 1979:22).
Tanggal 5 Maret 1942, hampir semua tentara Jepang
yang menduduki Kalijati disisipkan untuk menyerbu kota Bandung. Tujuanya adalah
untuk merebut kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, Karena waktu itu beberapa
pejabat tinggi Belanda beserta keluarganya dari Batavia (Jakarta) mengungsi ke
kota Bandung.
Menghadapi serbuan tentara Jepang itu, pasukan Belanda
yang berjaga di Bandung, hanya mampu bertahan samapai tanggal 7 Maret 1942,
setelah lembang direbut oleh pasukan Jepang (Hardjasaputra, ed., 2000:
69). Pada tanggal itu di Lembang terjadi
perundingan antara wakil pemerintah Hindia Belanda, Yaitu Mayor Jendral Preman
mewakili Panglima Angkatan Darat Belanda Letnan Jendral Tee Poorten dengan
wakil pasukan Jepang, Kolonel Shoji.
Dalam perundingan itu, pihak Belanda bersedia
menyerah, tetapi bukan menyerahkan seluruhnya wilayah Hindia Belanda, melainkan
penyerahan lokal, yaitu kota Bandung.
Hal itu disetujui oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Tjarda van
Starkenborgh Stachouwer. Namun pihak
Jepang menolaknya, bahkan pemimpin tertinggi tentara Jepang Jendral Imamura
mendesak agar pemerintah Hindia Belanda menyerahkan secara total, dan perundingan
berlangsung di Kalijati.
Letnan Jendral Teer Poorten meminta kepada Gubernur
Jendral Tjarda supaya menolak permintaan pihak Jepang. Akibatnya, Jendral
Imamura mengeluarkan ultimatun, bahwa apabila tanggal 8 Maret 1942 pukul 10.00
para petinggi pemerintah Hindia Belanda belum datang ke Kalijati, kota Bandung
akan dibom sampai hancur. Sehubungan
dengan ultimatun tersebut, beberapa pesawat pembom Jepang terbang mengitari
wilayah kota Bandung.
Situasi itu menyebabkan Letnan Jendral Teer Poorten
dan gubernur Jendral Tjarda serta beberapa pembesar Belanda lainya disertai
juru bahasa, tanggal 8 Maret 1942 terpaksa datang ke Kalijati menemui Jendral
Imamura pada waktu yang ditentukan oleh pihak Jepang. Pada hari itu pemerintah Hindia Belanda
menyerah kepada Jepang. Gubernur Jendral Tjarda menyerahkan kekuasaanya atas
seluruh wilayah Hindia Belanda kepada Jepang tanpa syarat. (Hardjasaputra, ed.
200: 69-70). Berarti mulai tanggal
tersebut, Desa Kaplongan yang termasuk wilayah Kabupaten Indramayu juga menjadi
kekuasaan pihak Jepang.
Bersar kemungkinan bahwa tentara
Jepang bergerak untuk menguasai pangkalan-pangkalan pesawat yang berada di
Kalijati, akan tetapi tidak semuatentara militer Jepang bergerak semuanya ke
Kalijati, melainkan ada beberapa pasukan tentara yang bergerak ke daerah Cirebon
dan beberapa tempat lainya seperti Indramayu, Kedungbunder, Palimanan, Cangkol.
Tempat-tempat itu pasukan Jepang mendidrikan pos militer. Patut diduga bahwa tentara Jepang masuk ke Cirebon
tidak lama setelah terjadi peristiwa menyerahanya pemerintah Hindia Belanda
tanpa syarat kepada Balatentara Jepang tanggal 8 Maret 1942. Hal itu terjadi karena Kalijati-subang Dapat
ditempuh dengan kendaraan dalam waktu yang singkat karena hanya berjarak sekitar
118 km, Selain dari jaraknya yang dekat juga
mempunyai arti strategis yaitu Cirebon memiliki pelabuhan yang berfungsi
sebagai tempat berlabuhnya kapal kapal sebagai kegiatan perekonomian.
Salah satu bukti bahwa tentara Jepang menguasai
Cirebon yaitu di tandai dibuatnya bangunan pos-pos milter dengan pegawainya
berasal dari Cirebon, Indramayu dan Kuningan. Bukti lain tercermin dari
informan yang bernama H. Miqyad yang mengalami pada masa Jepang yang tertuang dalam buku Ciirebon dalam lima zaman (Abad ke-15 hingga pertengahan Abad ke-20) menuturkan
sebagai berikut.
“Saya tinggal, lahir dan besar di Desa
Kedungbunder. Sesama zaman Jepang, tidak jauh dari tempat tinggal saya, sekitar
tiga ratus meter berdiri pos tentara Jepang [1](saat
ini pada tempat tersebut berdiri pabrik semen, pen). Pos tentara tersebut berupa bangunan semi
permanen terbuat dari bahan kayu yang terdiri dari sekitar lima puluh bangunan
sederhana berbentuk seperti ruang-ruang kelas pada sekolah. Saya tidak tahu sejak kapan tepatnya mereka
datang kemudian membangun pos-pos militer dengan pegawai yang berasal dari
Kuningan, Indramayu dan Cirebon. (Hardjasaputra, A. Sobana & Haris,
Tawaluddin (eds.). 2011: 197).
Boleh jadi daerah Kedungbunder
merupakan tempat strategis untuk dijadikan bangunan barak militer Jepang. Cirebon di masuki dan diduki oleh tentara
Jepang, anatara lain dikisahkan oleh seorang infoman penduduk Cirebon bernama
Kartini (79 tahun) yang tertuang dalam buku ”Ciirebon dalam lima zaman (Abad ke-15 hingga pertengahan Abad ke-20)”
sebagai berikut.
“Berdasarkan cerita orang tua saya, bertita tentang
kekalahan Belanda oleh Jepang spontan membuat masyarakat gembira, karena yang
terpikir dalam kepala orang-orang adalah, penjajah Belandayang telah
berlangsung begitu lama berakhir.
Kegembiraan mereka diwujudkan dengan mengibarkan bendera merah putih dan
bendera Jepang. Suasana kota (Cirebon)
juga menjadi ramai, karena banyak penduduk sekitar yanag berdatangan dan
berkeliling kota serta larut dalam kegembiraan. (Hardjasaputra, A. Sobana &
Haris, Tawaluddin (eds.). 2011: 198).
Pernyataan nara sumber tersebut sekaligus
menunjukan gambaran mengenai sambutan masyarakat Cirebon atas kedatangan
tentara Jepang. Kedatangan tentara
Jepang ke Jawa Barat memang disambut oleh warga masyarakat pada umumnya dengan
gembira. Secara garis besar, warga
masyarakat bersikap demikian boleh jadi karena dua hal. Pertama, terbuai oleh propoganda
Jepang yang menjanjikan “kemakmuran bersama di Asia Timur Raya”. Tentara Jepang datang ke Indonesia untuk
membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan bangsa barat yang telah
berlangsung lebih kurang tiga abad. Kedua,
keperkasaan tentara Jepang yang mampu mengalahkan Belanda dalam waktu sangat
singkat, sehingga mereka dianggap sebagai “pahlawan”. Berdasarkan hal itu warga masayarakat
menyambut kedatangan tentara Jepang dengan rasa gembira dan sikap simpati. Sambutan masyarakat yang terekam adalah saat
di Jakarta (Batavia), ketika tentara Jepang memasuki kota itu tanggal 5 Maret
1942, disepanjang jalan yang dilalui tentara Jepang, rakyat berjejal menyambut
kedatangan mereka. Demikian pula di
Indramayu. Ketika pasukan Jepang dari Lembang
menuju kota Bandung, rakyat menyambut hangat dengan teriakan “banzai”
berulangkali. Sementara itu, lagu Indonesia Raya dikumandangkan melalui siaran
radio ((Hardjasaputra, ed., 2000: 98-99).
Kiranya di Indramayu pun sambutan rakyat terhadap
kedatangan tentara Jepang tidak jauh berbeda dengan didaerah-daerah lain
seperti Jakarta dan Bandung. Seperti
yang sudah disebutkan diatas bahwa pemerintah militer Jepang telah menguasai
sepenuhnya Indonesia. Adapaun pemerintah militer Jepang tidak hanya menduduki
saja, melainkan pemerintah militer Jepang memeliki tujuan dan membentuk
pemerintahan di Indonesia.
2.2
Tujuan pendudukan dan
sistem pemerintahan militer Jepang
Maksud yang terutama gerakan balatentara Jepang di pulau Jawa adalah untuk mengusir kekuasaan
Belanda, Amerika dan Inggris dari daerah Nusantra ini, tetapi balatentara Dai
Nippon memperhatikan benar-benar kepentingan rakyat yang hidup di daerah-daerah
peperangan. (Kanpoo, Vol 4. 2603:16).
Disisi lain tujuan utama pendudukan Jepang di
beberapa negara Asia Tenggara termasuk Indonesia adalah untuk memperoleh
bantuan, dalam upaya memenangkan Perang Pasifik menghadapi pihak Sekutu. Untuk
kepentingan itu, Jepang memerlukan bantuan tenaga manusia dan potensi alam
seperti minyak dan lain-lain yang terdapat di beberapa daerah.
Oleh karena itu, objek
yang menjadi prioritas serbuan tentara Jepang ke Indonesia adalah daerah-daerah
penghasil minyak, antara lain Tarakan (10-11 Januari 1942), Sungai Gerong, dan
Plaju. Selanjutnya pasukan Jepang memprioritaskan serbuan ke Jawa Barat, karena
daerah itu merupakan pusat pemerintahan dan kekuatan Hindia Belanda
(Hardjasaputra, ed. 2000: 68-69). Sebagaian lagi Pemerintah militer Jepang menganggap Pulau Jawa sebagai sumber pangan yang
memungkinkan mereka dapat menuruskan oprasi militernya dan memelihara
daerah-daerah yang dikuasainya di Asia Tenggara.
Tujuan pemerintah militer Jepang di Jawa Barat diantaranya adalah
mengeluarkan peraturan baru yang menyerukan petani harus
menyerahkan semua padi mereka, kecuali dua gedeng per rumah tangga. Satu gedeng
kira-kira seberat 5 kg. Sumber-sumber ekonomi dikontrol
secara ketat oleh pasukan Jepang untuk kepentingan peperangan dan industri
Jepang, melalui berbagai cara seperti:
a.
Tidak sedikit para pemuda yang ditangkap dan dijadikan romusha. Romusha
adalah tenaga kerja paksa yang diambil dari para pemuda dan petani untuk
bekerja paksa pada proyek-proyek yang dikembangkan pemerintah pendudukan
Jepang. Banyak rakyat kita yang meninggal ketika menjalankan romusha, karena
umumnya mereka menderita kelaparan dan berbagai penyakit.
b.
Para petani diawasi secara ketat dan hasil-hasil pertanian harus diserahkan
kepada pemerintah Balatentara Jepang.
c.
Hewan peliharaan penduduk dirampas secara paksa untuk dipotong guna memenuhi
kebutuhan konsumsi perang.
Dapat kita pahami diatas bahwa pemerintah militer Jepang bertujuan mengontrol
ekonomi secara ketat oleh pasukan Jepang untuk kepentingan peperangan dan
industri Jepang.
Untuk menguasai hasil-hasil pertanian dan kekayaan penduduk, Jepang selalu
berdalih bahwa untuk kepentingan perang. Setiap penduduk harus menyerahkan
kekayaannya kepada pemerintah Jepang. Rakyat harus menyerahkan barang-barang
berharga (emas dan berlian), hewan, bahan makanan kepada pemerintah Jepang. Salah
satu bukti yang konkret bahwa Jepang ingin menguasai ekonomi dibidang pertanian
dapat dilihat dalam Perluasan areal persawahan. Setelah
menduduki Indonesia, Jepang melihat bahwa produksi beras tidak akan mampu
memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan perluasan areal persawahan
guna meningkatkan produksi beras. Meskipun demikian produksi pangan antara
tahun 1941-1944 terus menurun.
Produksi Pangan Tahun 1941-1944
Sumber: G. Mudjanto, 1992.
Pengawasan pertanian dan perkebunan.
Pelaksanaan pertanian diawasi secara ketat dengan tujuan untuk mengendalikan
harga barang, terutama beras. Hasil pertanian diatur sebagai berikut: 40% untuk
petani, 30% harus dijual kepada pemerintah Jepang dengan harga yang sangat
murah, dan 30% harus diserahkan ke ‘lumbung desa’. Ketentuan itu sangat
merugikan petani dan yang berani melakukan pelanggaran akan dihukum berat.
Badan yang menangani masalah pelanggaran disebut Kempetai (Korps Polisi
Militer), suatu badan yang sangat ditakuti rakyat.
Pengawasan terhadap produksi perkebunan
dilakukan secara ketat. Jepang hanya mengizinkan dua jenis tanaman perkebunan
yaitu karet dan kina. Kedua jenis tanaman itu berhubungan langsung dengan
kepentingan perang. Sedangkan tembakau, teh, kopi harus dihentikan penanamannya
karena hanya berhubungan dengan kenikmatan. Padahal, ketiga jenis tanaman itu
sangat laku di pasaran dunia. Dengan demikian, kebijakan pemerintah Jepang di
bidang ekonomi sangat merugikan rakyat.
Untuk memperlancar usaha-usahanya, Jepang
membentuk Jawa Hokokai (Kebaktian Rakyat Jawa) dan Nogyo Kumiai (Koperasi
Pertanian). Tidak hanya itu pemerintahan militer Jepang
juga memerlukan bantuan tenaga manusia untuk kepentingan perangnya, ditunjukan
oleh pembentuk organisasi militer dan semi militer yang ditujukan bagi para
pemuda dan pemudi, setelah tentara Jepang menduduki Indonesia. Organisasi
militer dan semi militer yang dimaksud adalah Peta (Pembela Tanah Air), Heiho
(polisi), Keibodan, Seinendan, dan Fujingkai (Pasukan Wanita).
Seperti yang sudah disebutkan diatas
bahwa Jepang datang ke Indonesia memeliki tujuan dan membentuk pemerintahan, disisi
lain Jepang juga melakukan tindakan tindakan yang bertujuan untuk kepentingan
perang Asia timur raya.
2.3
Tindakan Tentara
Jepang di Daerah Indramayu
Pemerintah militer Jepang menganggap Pulau Jawa
sebagai sumber pangan yang memungkinkan mereka dapat menuruskan oprasi
militernya dan memelihara daerah-daerah yang dikuasainya di Asia Tenggara. Sebagai
penghasil beras yang setiap tahunya mencapai 8,5 juta ton, pulai ini dianggap sangat
penting dalam memenuhi kebutuhan militer Jepang (Kurasawa,1988:86). Untuk menunjang
kepetingan itu maka pemerintah militer
Jepang melakukan tindakan terhadap rakyat terutama para petani.
Salah satu tindakannya itu diantaranya adalah pada
bula Agustus, Jepang menerapkan peraturan tentang pemunguutan bahan pangan
secara sistematis dengan membentuk Shokuryo Kanri Limusyo (SKL, Kantor
Pengelolaaan Pangan). Badan ini
menguasai seluruh pembelian dan penyaluran padi dibawah monopoli Negara,
menentukan jumlah padi yang akan dibeli masyarakat, menentukan harga resmi
padi. Pemerintah Jepang juga menerapkan
peraturan yang mengharuskan petani menjual produksi beras mereka kepada
pemerintah sebanyak kuota yang ditentukan dengan harga yang telah ditetapkan
pemerintah. Padi harus diserahkan kepada
penggilingan yang telah ditetapkan pemerintah dan bila petani memiliki
kelebihan beras (surplus), mereka tidak diizinkan untuk menjual kepada
tengkulak (Kurasawa,1988:87-88).
Pada tahap awal, para petani diminta menyerahkan
padinya hanya kuota tetap per hektare, berdasarkan wilayah administrasi, dengan
memperkenalkan kuintal sebagai satuan berat padi pada tingkat desa. Akan tetapi kemarahan petani timbul terhadap
peraturan baru yang mengharuskan mereka menyerahkan semua padi, kecuali
sejumlah kecil untuk konsumsi keluarganya dan berlanjut dengan perlawanan
petani ketika padi sisa merekapun harus diserahkan, yang mengancam kelangsungan
hidup mereka.
Para petani Kaplongan diharuskan menyerahkan
kuota per hektare yang luar bisa tingginya, biasanya mencapai dua puluh kuintal
padi basah, sedangkan di Cirebon ken`kuotanya
dua kuintal dan di Majalengka ken antara empat sampai tujuh kuintal.
(Kurasawa.1988:101). Penyerahan padi
yang wajib dilakukan oleh para petani Indramyau termasuk Kaplongan tiga atau
empat kali lebih banyak dari pada di ken lain.
Pungutan padi semakin menekan para petani pada
musim panen tahun 1944, setelah menyerahkan kuota tetap per hektare. Semua sisa padi kecuali untuk konsumsi pangan
dan persiapan bibit harus diserahkan kepada pemerintah. Sistem pungutan padi ini merugikan petani
kaya yang kemudian berpengaruh pada penduduk desa yang menggantungkan hidupnya
pada mereka sebagai pemilik tanah. Jika
pemilik tanah tidak mempunyai modal untuk penanaman tahun berikutnya, para
petani akan menganggur atau berkuranglah upah mereka. Situasi ini mengakibatkan perlawanan para
petani dari berbagai lapisan sosial di luar pejabat desa, yang pada umumnya
diprakarsai oleh para petani kaya.
Patut diduga kuat tindakan tentara Jepang di
desa Kaplongan hampir tidak beda jauh dengan tindakan di wilayah Singaparna,
Karena perlawanan itu diakibatkan pemerintah militer Jepang mewajibkan penyerahan padi, disisi lain juga
pemerintah militer rakyat dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang
di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945.[2]
Kebanyakan romusha adalah petani, dan
sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha. Jumlah orang-orang
yang menjadi romusha tidak diketahui pasti - perkiraan yang ada bervariasi dari
4 hingga 10 juta. Dalam sidangnya yang pertama, Chuo Sangi In mengusulkan
beberapa syarat antara lain supaya
dibentuk badan-badan yang memotivasi rakyat menjadi tenaga sukarela, melalui
kerja sama dengan bupati, wedana, camat dan kepala desa untuk pengerahan tenaga
kerja (buruh) sekarela di perusahaan-perusahaan bala tentara Jepang. Para
romusha seringkali mendapatkan perlakuan
yang kasar dari Jepang. Apabila lamban dalam bekerja
maka akan mendapatkan siksaan tak jarang berujung pada kematian.
Selama pendudukan Jepang di Indonesia, pemerintah Jepang
menerapkan sistem autarki,
yaitu pemenuhan kebutuhan
bagi wilayahnya sendiri selama perang berlangsung.
Kemudian dibuatlah kebijakan
untuk mengatur pasar
di masyarakat, salah satunya
tanaman padi. Hasil
panen para petani
diatur oleh pemerintah, dampaknya
masyarakat pribumi dipaksa
untuk menyerahkan hasil panennya kepada
Jepang. Kebijakan tersebut
memberatkan masyarakat pribumi yang
sudah menderita akibat
kemiskinan oleh adanya inflasi yang
tinggi serta harga bahan makanan
yang mahal. Hal ini berdampak kepada terjadinya kelaparan dimana-mana dan
kematian.
[2] pemerintah militer Jepang mewajibkan penyerahan
padi, disisi lain juga pemerintah
militer rakyat dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di
indonesia dari tahun 1942 hingga 1945.
|
|
Langganan:
Postingan (Atom)